Esok Lusa: BENCANA atau SUKSES?

Apakah anda percaya ketika seseorang berkata “tak ada yang tak mungkin”? Well, mungkin sebagian orang memiliki sudut pandang skeptis mengenai pernyataan tersebut, namun di dunia ini ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada yang tidak mungkin jika kita memiliki keinginan kuat dan keberanian untuk mewujudkan impian kita.

Seorang dosen inspirasional di Universitas Kuningan, Lala Bumela, S.S, M.Pd, telah membuktikan bahwa beliau mampu membangun yang bukan apa-apa menjadi sesuatu dengan proyeknya di Kuningan Debating Society (KUDESO). Ketika beliau pertama kali membentuk KUDESO, klub itu masih bukan apa-apa. Bahkan ada orang-orang yang meremehkan klub itu dan berpikir bahwa mereka yang bergabung dengan KUDESO memiliki impian yang terlalu muluk. Namun, dalam 5 tahun terakhir semenjak klub ini dibentuk, anggota KUDESO telah membuktikan bahwa mereka benar-benar bisa meraih banyak prestasi yang membanggakan. Prestasinya baru-baru ini  adalah menjadi juara prtama di Kejuaraan Debat Pusat Bahasa IAIN 2013, dan tentu saja itu belum semuanya. Pak Lala sebagai Kepala Pelatih KUDESO, bersama dengan Bu Wulan Rahmatunisa, S.Pd, Bu Nida Asikin, S.S, Arif Firmansyah, Jaruki A. Maulana, Anisa P. & Ageng S. telah menjadi adjudicator yang diundang dalam kejuaraan debat tersebut. Selain itu, Husni S. Kotami juga berhasil menjadi Pembicara Terbaik Kejuaraan Debat Pusat Bahasa IAIN 2013. Ada banyak prestasi lain dari KUDESO yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini.
Pak Lala Bumela, S.S, M.Pd dengan Yulianti Wulansari (pewawancara)

Di antara jadwal latihan reguler yang diadakan setiap Sabtu, saya mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara dengan orang yang telah melatih dan membimbing anggota KUDESO mulai dari nol hingga menjadi pendebat handal seperti sekarang, yaitu Pak Lala Bumela. Wawancara yang dilakukan di Kampus 1 Universitas Kuningan pada 25 Januari 2014, jam 11.15 itu mencakup banyak hal penting yang dapat membuat kita mengenal lebih jauh pria yang sering disebut “Idealis” itu dan juga KUDESO, klub debat yang ditanganinya.

Selamat pagi. Terima kasih telah memberikan waktu bagi saya untuk melakukan wawancara dengan Anda. Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan pada Anda, Kepala Pelatih Luar Biasa KUDESO. Pertama, apa latar belakang yang memotivasi Anda untuk membentuk Kuningan Debating Society?
Well, jawabannya sangat mudah. Saya ingin memiliki sebuah klub debat di universitas ini. Pada saat itu, saya masih berkerja sebagai dosen tetap di sini dan saya memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkan rasa percaya diri dalam benak mahasiswa-mahasiswa saya. Ada kesempatan besar bagi kita untuk membuat perubahan hebat. Ada kesempatan besar bagi kita untuk menunjukkan siapa atau apa itu UNIKU. Saya pikir, ketika saya memiliki sebuah klub debat seperti KUDESO, itu akan luar biasa.  Saya juga bisa belajar banyak hal dari klub ini. Jadi, ketika ada kesempatan, mengapa kita tidak mengambilnya?

KUDESO telah menang di banyak kompetisi debat, dan tentu saja itu membawa reputasi yang baik untuk UNIKU. Bagaimana perasaan anda mengenai hal itu?
Well... Saya merasa sangat bangga akan hal itu, tentu saja, tapi di saat bersamaan, reputasi tidak selalu berarti banyak, sebab reputasi gemilang kami dapat berarti sesuatu yang buruk bagi yang lain. Ada orang-orang yang bisa bergabung dengan klub ini namun kami tidak bisa menerimanya sebagai anggota. Ada juga orang-orang yang bekerja keras di klub ini sehingga mereka bisa sukses, seperti Miss Wulan, Jaruki, dan tim Alpha SEADO. Bagi saya reputasi bukanlah segalanya. Saya selalu berpikir seperti seorang pelatih sepak bola. Sekali kita memenangkan sesuatu, kita tidak bisa kembali lagi ke titik nol. Jadi reputasi hanya ada di benak orang luar, tidak dalam benak kami sebagai orang dalam. Jadi saya perlu berterus terang bahwa sejujurnya kami tidak merasa reputasi itu adalah milik kami. Reputasi itu milik Univeritas Kuningan, milik departemen, milik orang luar. kami selalu memiliki reputasi sebagai pendebat, bukan sebagai selebritis atau artis. Jadi saya pikir reputasi hanya eksis di benak orang-orang, bukan dalam aktivitas atau kehidupan sehari-hari kami.

Kemampuan terkuat apa yang dimiliki oleh para anggota KUDESO?
Saya pikir ini bukan tentang keahlian, tapi tentang komitmen untuk maju dalam hidup mereka. Kuningan Debating Society lebih dari sekedar klub debat. Itu adalah tempat di mana setiap pendebat bisa memberdayakan hidup mereka sendiri. Itu adalah tempat istimewa bagi mereka untuk berubah. Jika Anda mau berubah, Anda boleh bergabung dengan klub ini. Anda bisa bergabung. Anda HARUS bergabung. Jika Anda berkeinginan untuk mencapai banyak hal yang sebelumnya Anda pikir sebagai sesuatu yang tidak mungkin, maka kami ingin Anda bergabung dengan KUDESO. Jika Anda cukup berkomitmen, maka Anda bisa mencapai apa yang sebelumnya Anda pikir tidak mungkin. Jadi saya pikir kemampuan satu-satunya yang kita miliki adalah kita bisa mengubah yang bukan apa-apa menjadi sesuatu. Kita bisa merubah apa yang orang pikir tidak mungkin menjadi sesuatu yang mungkin, lalu kita bisa mendapatkan sesuatu. Saya pikir itulah kemampuan terbesarnya—merubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Bagaimana Anda mengukur kesuksesan dalam debat?
Well, itu pertanyaan yang cukup sulit. Ini bukan mengenai piala. Ini mengenai kualitas dari pemikiran kritis mereka. Ya, Anda bisa memenangkan piala di Bandung, Malang, dan Jogjakarta, tapi pemikiran kritis itu nomer satu. Lalu yang kedua mungkin adalah pemberdayaan. Debat bukanlah mengenai debat saja. Maksud saya, jika Anda bergabung dengan debat dan Anda bisa menjadi seperti Ageng, dia menjadi Jajaka Pinilih di wilayah Kuningan dan Jawa Barat. Anda bisa mentransformasi status Anda sebagai pendebat menjadi sesuatu yang lain. Saya pikir itu adalah pencapaian yang besar. Jadi sukses bukan mengenai piala.
Bagaimana Anda menggambarkan pendebat yang ideal?
Tidak ada pendebat yang ideal. Dia adalah orang yang tepat waktu, dia orang yang tidak pernah datang terlambat, tentu saja, dan dia tahu apa yang harus dilakukan sebagai pendebat. Setiap pendebat harus berjalan lebih jauh. Jika orang lain membaca selama satu menit, maka seorang pendebat harus membaca selama satu jam, sepuluh jam. Jika orang lain melatih kemampuan berbicara mereka selama lima menit, maka kita harus melatih kemampuan berbicara selama lima jam. Jadi, saya pikir itulah hal terbesar dalam debat.
Apa visi Anda untuk KUDESO? Apakah Anda memiliki harapan tertentu untuk setiap anggotanya?
Well... Apa yang bisa saya lihat dalam lima tahun ke depan di KUDESO adalah mungkin KUDESO tidak akan di sini lagi. Kami tidak memiliki generasi baru. Apa yang saya bisa pikirkan mengenai KUDESO adalah anggota Kuningan Debating Society akan mengambil gelar S2 mereka di luar negeri—di Australia, di Belanda, di Amerika Serikat. Dan saya akan membantu orang-orang cerdas, tentu saja orang-orang dengan pengetahuan dan pengalaman tingkat tinggi. Setelah mereka kembali ke rumah, di sini di Kuningan, maka mereka bisa menciptakan sesuatu yang lain. Kita bisa memiiki klub debat yang lebih kuat. Ya, saya tahu bahwa waktu saya di Universitas Kuningan mungkin tidak akan lama. Mungkin saya akan tetap di sini untuk satu atau dua tahun ke depan, tapi visi saya tidak akan berhenti di sana.
Apakah Anda mengharapkan timbal balik dari para pendebat untuk apa yang telah Anda lakukan untuk mereka?
Wow, saya tidak mengharapkan apa-apa. Ketika mereka bisa melakukan sesuatu untuk klub ini, ketika mereka bisa melakukan sesuatu untuk diri mereka sendiri, ketika mereka bisa melakukan sesuatu untuk Indonesia, itu adalah penghargaan terbesar yang bisa saya miliki. Jadi, ini bukan mengenai mendapatkan timbal balik, bukan mengenai pekerjaan. Tapi ketika mereka bisa berkonstribusi lebih besar dari apa yang bisa saya kontribusikan hari ini, itu akan menjadi penghargaan terbesar yang bisa saya dapat dari mereka.
Seperti yang kita tahu bahwa KUDESO akan berpartisipasi di South East Asian Debating Opening (SEADO) bulan April 2014. Persiapan seperti apa saja yang telah dan akan dilakukan untuk menghadapi kompetisi internasional itu?
Saya merancang tiga langkah persiapan.  Dari Desember sampai Januari, kami bersiap untuk membangun pengetahuan umum para pendebat. Saya tahu bahwa Anisa, Jaruki, dan Arif telah berpartisipasi di banyak turnamen debat di Indonesia, di kota-kota yang berbeda. Tapi masih ada ruang yang besar untuk perbaikan. Ini adalah pertandingan besar—ini adalah kompetisi debat tingkat ASEAN. Saya perlu meyakinkan bahwa mereka memiliki pengetahuan yang spesifik dan luas mengenai Asia Tenggara, mengenai Asia Pasifik, mengenai isu-isu global. Di bulan Februari, langkah kedua dari latihan akan berlangsung dan fokusnya adalah menjelajahi mosi-mosi yang mungkin kami hadapi di kompetisi di Miri, Malaysia. Dan di bulan Maret, kami akan menjelajahi keahlian dalam berdebat. Mereka sudah memiliki keahlian berdebat, tapi kita perlu melakukan perbaikan dan pengayaan dalam keahlian berbahasa mereka—mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis dapat menjadi fokus saya pada Maret saat kami menjalani langkah ketiga dalam debat. Dan ketika Maret berakhir, kami tidak memiliki lagi persiapan lain. Kami perlu  membuat persiapan teknis, seperti bagaimana kita bisa mencapai bandara dan menukar mata uang. Jadi pada dasarnya ada empat jenis persiapan untuk kompetisi SEADO.
Untuk tim-tim junior, Anda tahu bahwa mereka belum semaju tim senior. Jadi apa yang harus mereka lakukan?
Well... Hanya ada satu pilihan untuk mereka. Jika mereka ingin tinggal, maka mereka harus mengikuti aturan, mereka harus mengikuti standar yang kami gunakan di klub ini. Jika mereka tidak ingin tinggal, maka mereka harus meninggalkan klub ini secepat mungkin.
Secepat mungkin?
Secepat mungkin. (tertawa)
Apakah Anda pernah berpikir bahwa anggota-anggoa yang tidak berkembang secepat yang lain adalah beban untuk Anda atau untuk klub?
(Itu) Hanya sebuah tantangan. Dalam setiap klub sepak bola profesional, kita juga memiliki beberapa pemain yang tidak berkomitmen pada klub, jadi kita bisa menjual para pemain itu ke klub lain, kan? Itu bukan sebuah beban sama sekali, tapi itu hanya sebuah tantangan. Tapi mungkin itu akan menjadi beban untuk Miss Wulan Rahmatunisa, jika UNIKU tidak memiliki tim muda.  Itu akan menjadi masalah terbesar. Untuk saya itu bukan sebuah beban. Itu hanya sebuah tantangan.
Saya ingin tahu... apa keinginan terkuat dalam hidup Anda?
Wah, saya ingin menjadi laki-laki terbaik yang bisa dimiliki oleh keluarga saya. Ya, itulah keinginan terkuatnya. Jika saya tidak bisa menjadi yang terbaik bagi anak perempuan saya, istri saya, dan orang tua saya, maka saya pikir diri saya adalah sebuah kegagalan besar dalam hidup. Saya ingin menjadi laki-laki terbaik yang bisa mereka miliki.
Apakah ada hal lain yang ingin Anda sampaikan sebelum kita menutup wawancara ini?
Well, Kuningan Debating Society adalah sebuah proyek. Itu bisa menjadi proyek jangka panjang atau bahkan proyek berjangka sangat pendek. Jadi, apa yang perlu saya ungkapkan adalah bahwa kita tidak perlu melembagakan KUDESO seperti HIMA atau organisasi swasta. Kita perlu melihat KUDESO sebagai klub belajar. Tidak lebih dari itu. Tapi sebuah klub belajar memiliki dampak yang sangat besar bagi lembaga. Itu adalah sebuah aset yang sangat besar untuk universitas. Dan setiap orang di universitas mesti menganggap KUDESO sebagai... ya, aset. “Oke, saya memiliki seorang anak dan saya akan mengirimkan anak saya untuk bergabung dengan KUDESO.” Saya ingin orang-orang di universitas ini mengirimkan anak-anak mereka ke klub. Jika Anda memiliki anak atau keponakan, dan jika Anda suka dengan debat, kenapa Anda tidak mengirimkan yang selayaknya ke tempat ini? Saya percaya bahwa KUDESO akan menjadi tempat yang sangat baik bagi mereka yang memiliki passion dalam debat dan dalam Bahasa Inggris. Dan hal terakhir yang saya ingin bagikan adalah bahwa dalam perjalanan panjang—maksud saya dalam satu dekade selanjutnya, seratus tahun selanjutnya, di satu abad selanjutnya, semoga KUDESO akan diingat sebagai klub debat terbesar, setidaknya di wilayah Cirebon dan di Priangan Timur. Masih ada beberapa proyek yang belum kami selesaikan, seperti menjadi juara di NUDC. Kami belum memenangkan gelar atau piala di Jawa. Saya pikir kami perlu memenuhi impian-impian kami dulu sebelum memiliki generasi lain. Namun karena “Masa Keemasan KUDESO” sekarang akan berakhir—bagi saya kelihatannya akan berakhir dalam satu atau dua tahun ke depan jika para pemuda atau tim muda tidak di sini dengan kami lagi, itu akan menjadi bencana. Tapi ada sebuah pilihan. Saya rasa klub debat ini harus diurus oleh seseorang yang tepat—orang dengan passion tinggi dalam debat, orang yang memilikipassion tinggi untuk bergabung dengan para pelajar, para mahasiswa, apapun yang terjadi, kau tahu, hujan, badai, gempa, apapun yang memisahkan mereka. Jadi, kita perlu membuat ikatan yang kuat dengan KUDESO sebab ini adalah rumah kedua saya. Ini adalah rumah kedua Miss Wulan. Ini bisa jadi rumah kedua kita. Jadi kita bisa melakukan banyak hal di KUDESO, seperti anggota keluarga. Dan di masa yang akan datang kita bisa mengingat bahwa di masa lalu kita memiliki kenangan yang begitu hebat, di sini di universitas ini. Ketika nanti menjadi tua, maka saya memiliki cerita untuk diceritakan pada anak-cucu saya.
Baiklah, ini pertanyaan terakhir. Apa kenangan yang paling mengesankan bagi Anda selama Anda bersama dengan KUDESO?
Well, ada banyak kenangan. Kenangan itu tidak dapat dihitung. Kenangan paling baru yang saya miliki adalah ketika para pendebat dapat datang ke latihan sebelumnya. Mereka harus berbasah-basahan karena hujan, tapi mereka masih bisa datang ke latihan. Itu adalah momen yang sangat penting, saya rasa. Jadi ini bukan mengenai memenangkan piala, bukan mengenai pergi ke luar negeri, tapi mengenai bagaimana kita bisa menaklukan setiap hambatan. Ini mengenai bagaimana kita bisa mengatasi setiap masalah yang kita hadapi. Jadi, itulah kenangan paling mengesankan yang saya miliki.

Dari wawancara di atas, sebenarnya kita bisa belajar banyak hal, seperti bagaimana KUDESO tidak berusaha untuk mengejar reputasi atau piala. Mereka hanya melakukan apa yang mereka bisa dan mereka melakukannya dengan sepenuh hati. Mereka juga memiliki keberanian untuk menghadapi setiap hambatan sebagai sebuah keluarga, sebab KUDESO bukan hanya sekedar klub—KUDESO telah menjadi rumah kedua mereka. Kesuksesan yang diraih oleh para anggota KUDESO tentunya tidak lepas dari bagaimana Pak Lala membagi keinginan kuatnya, mimpi-mimpinya, dan tujuan-tujuannya dengan para mahasiswanya.

Untuk mereka yang memilih untuk tidak bergabung dengan KUDESO karena beberapa alasan, masih ada kesempatan untuk berkonstribusi sesuatu untuk departemen Anda, universitas Anda, dan bahkan negara Anda. Bagaimana caranya? Anda harus mencari jawabannya sendiri karena Andalah yang mengetahui apa kekuatan dan kelemahan Anda.

Ingat saja bahwa jika Anda pernah merasa ragu mengenai bagaiamana Anda bisa mewujudkan impian Anda, ada orang-orang di luar sana yang bisa membuktikan “tidak ada yang tidak mungkin” dan “ketidakmungkinan bukan apa-apa”. Jika mereka bisa melakukannya, Anda juga bisa!

Post a Comment

0 Comments